Indonesia adalah negri yang kaya akan keanekaragaman hayati, negeri yang penuh dengan keindahan dan desa adalah salah satu tempat untuk menemukan definisi dari kata indah.
Jika berbicara tentang tempat terindah, ada salah satu tempat yang selama ini membuat saya jatuh hati. Tempat itu bernama desa, sekaligus tempat tinggal nenek yang selalu membuat saya rindu untuk mengunjunginya.
Suasana disekitar desa cenderung relative tenang dan tidak banyak juga kendaraan yang lalu lalang kecuali anak-anak yang sedang mengayuh sepeda untuk ke sekolah atau ketika bermain. Para penduduk disekitar pedesaan menggunakan sepeda atau sepeda motor hanya untuk mengantar anak ke sekolah, ke sawah dan menuju pasar di pagi hari.
Oleh karena itu sepeda dan sepeda motor lebih sering membonceng karung-karung berisi rumput, keperluan untuk berladang dan juga benih padi. Di sawah sepeda motor atau sepeda itu diletakkan begitu saja di tepi jalan seolah pemiliknya tidak khawatir akan kehilangan.
Suasana khas pedesaan dan kehidupan masyarakat disekitar pedesaan yang kental dengan adat dan budaya dengan kearifan lokal cukup terasa disini. Satu hal yang selalu membuat saya jatuh cinta dengan desa adalah pemandangannya dan bentangan alamnya yang sangat mempesona. Sederhana namun penuh dengan keindahan.
Mungkin saja banyak orang yang berbangga diri hidup dikota metropolitan. Tidak sedikit juga orang yang merasa paling beruntung karena tinggal di kota yang serba maju dan semua kebutuhan serba ada. Tapi, bagi saya pribadi tak ada tempat yang seindah tempat nenek, dimana saat menginjakkan kaki di atas tananhnya seketika itu luntur rasa kegundahan dan kelelahan jiwa. Itulah desa nenekku, tempat terindahku.
Ada tempat favorit di sekitar rumah nenekku, pemandangan indah itu tepat berada di depan rumah nenek di desa. Tempat inilah yang selalu saya tuju jika harus melarikan diri dari kejenuhan di sudut kota tempat tinggalku. Pemandangan khas suasana desa seperti ini nyaris tak pernah gagal mongobati jiwa-jiwa yang dibuat lelah oleh hiruk pirut kehidupan kota.
Menuju Ke Tempat Nenek
Tinggal dikota memang menyenangkan, layaknya kota besar banyak fasilitas penunjang hidup yang dapat dinikmati. Apalagi dengan pesona budaya, tata letaknya dan aura kota yang katanya beraura nyaman. Dan benar saja memang banyak orang yang mengaku betah dan ingin kembali menyapanya.
Rumah nenek berada di sebuah desa kecil, disana tinggal juga keluarga Pak De. Tidak heran lagi, ketika berkunjung kesana akan ada banyak suara yang menyapa. Meskipun tidak seperti sapaan orang tua yang tidak ada bandingannya, sapaan saudara tetaplah seseuata yang sanga “berharga”. Apalagi ketika berada di desa nenek setiap sapaan orang yang saya jumpai selalu menghadirkan kehangatan.
Tidak peduli kenal atau tidak, setiap kali berpapasan atau sedang lewat di depan kita anggukan kepala disertai sapaan dengan ciri khas kata “monggo” atau sekedar senyuman begitu terasa hangat dan terasa menyentuh.
Saya biasanya pergi ke desa nenek setiap akhir pekan. Berangkat sabtu sore sepulang sekolah atau terkadang hari minggu pagi. Hanya butuh waktu tempuh sekitar 1 jam untuk sampai ke tempat tujuan yang dinanti-nanti. Rasa bahagia bercampur lega mewarnai setiap perjalanan, senyum saya biasanya langsung merekah setiap kali melewati jalan di antara hamparan persawahan.
Hamparan sawah dan luasnya langit terasa begitu nyata di depan mata. Bahkan terkadang jika beruntung saya bisa menemukan pemandangan bukit di penuhi pepohonan terbingkai nyata dari kejauhan. Meski tidak terlalu jauh dari rumahku di Kota Pasuruan, tapi apa yang disajikan di desa nenek ini sangatlah berbeda.
Pagi yang Indah
Begitu sampai di rumah nenek hal yang biasa saya lakukan adalah bersalaman lalu duduk sejenak untuk menghilangkan lelah selama perjalanan. Setelah itu saya akan berpamitan untuk menikmati keindahan desa yang tiada bandingannya. Tak perlu jauh untuk mencari sumber keindahan itu karena persis di depan rumah nenek sudah bisa dilihat bentangan sawah yang luas berlatar perbukitan hijau begitu nyata.
Sorot matahari pagi menyinari tiap jalanan desa di tengah persawahan. Di tepi sawah sudah terlihat petani yang siap untuk melakukan aktivitas di sawah. Saya mulai memasuki persawahan, berjalan pelan menyisir pinggiran jalan. Beningnya air di selokan kecil menuju petak-petak sawah memancarkan kesegaran.
Di sisi kanan dan kiri jalan bunga-bungapun ikut bermekaran. Sejuknya pagi semakin menyentuh berkat kabut yang menyelimuti setiap sudut desa. Saya kerap kali menemukan kupu-kupu cantik di balik dedaunan seolah pertanda bahwa ia siap menyambut pagi.
Indahnya pedesaan semakin cantik dipagi hari saat embun masih menetes dan kupu-kupu berada di balik dedaunan. Bunga-bung yang bermekaran ikut andil mempercantik jalanan di pinggir sawah. Terkadanag saya juga berdiam diri di pinggir sawah, menikmati indahnya setiap ciptaannya
Sangat menyenangkan melihat sekeliling orang yang memulai harinya dengan bersepeda melintas setapak tanah di tengah sawah. Tampak di belakang sepeda mereka membawa dua buah keranjang atau seperangkat alat pertanian. Ada juga yang mengangkut rumput dengan sepeda tuanya. Beragam aktivitas warga desapun mulai di gelar.
Wajah-wajah mereka terlihat hangat seolah tak mengenal beratnya beban hidup yang dipikul seperti yang kerap kali orang lain keluhkan. Biasanya saya juga duduk di sebuah tempat demi melihat lebih banyak orang yang beraktivitas. Melihat mereka mengayuh sepeda dengan topi khas petani di atas kepala sungguh menyenangnya. Putaran rodanya mengingatkanku pada peribahasa “bahwa hidup harus terus dijalankan seberat apapun kaki menjalaninya”.
Kembali ke rumah Nenek
Hari beranjak siang, semilir angin mulai menggoyangkan pepohonan di sepanjang jalanan. Semilir angina dan keindahan pemandangan desa adalah suatu kombinasi yang mampu menghilangkan kepenatan. Melihat kambing yang di lepas di sekitar sawah untuk mencari makan adalah hal yang menarik dan mengesankan.
Panas matahari sudah mulai terasa menyengat, sedangkan saya masih larut dalam kenikmatan indahnya pedesaan. Seiring waktu, saya mulai berjalan meninggalkan sawah untuk kembali kerumah nenek. Tidak terasa 2 jam sudah berlalu untuk menikmati setiap keindahan di sudut desa.
Sesampai dirumah nenek, saya sangat menikmati tidur siang. Merebahkan diri dikursi rumah nenek terasa sangat nyaman. Apalagi langsung menghadap persawahan. Meski cuaca saat itu terasa panas layaknya perkotaan, namun semilir anginnya begitu nikmat.
Pemandangan desa di kala sore hari juga tak kalah menggemaskan. Goresan warna senja di langit tampak menarik seakan tiada duanya. Terlihat seorang petani yang masih bekerja membajak sawah di kala matahari nyaris terbenan sungguh amat mengharukan.
Desa tempat terindah yang cocok untuk mengobati rasa lelah. Tidak dapat dipungkiri, pergi ke desa selalu menyenangkan. Tempat ini selalu berhasil memikat jiwa-jiwa yang lengah akan kerasnya kehidupan. Tempat ini juga yang selalu berhasil mengembalikan senyum yang di renggut oleh semrawutnya kota.