Perjanjian Kalijati

Perjanjian Kalijati Subang – Sejak kesuksesan penyerangan pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl Harbor, Jepang berambisi untuk menjadi penguasa Asia.

Satu per satu pasukan sekutu di Asia pun berusaha disingkirkan, termasuk Belanda yang menduduki Indonesia. Hal ini ditandai dengan adanya Perjanjian Kalijati yang diselenggarakan di Kecamatan Kalijati, Subang.


Latar Belakang Terjadinya Perjanjian Kalijati

Latar Belakang Terjadinya Perjanjian Kalijati

Berawal dari perang dunia kedua yang terjadi antara tahun 1939 hingga 1945, antara negara poros (AS) yang dipimpin pasukan Nazi Jerman dan sekutu yang dipimpin Amerika Serikat. Pasukan poros (Jerman, Italia, dan Jepang) berhadapan langsung dengan pasukan sekutu (Amerika Serikat, Inggris, Perancis dan Uni Soviet).

Pasukan Kekaisaran Jepang menunjukkan kekuatannya dengan melakukan penyerangan tiba-tiba ke pangkalan militer Pearl Harbour milik Amerika Serikat. Tentara angkatan laut Kekaisaran Jepang berhasil meluluhlantakkan pangkalan militer Amerika Serikat yang ada di kepulauan Hawai tersebut. Dampak dari peristiwa tersebut adalah hancurnya 20 kapal perang, 200 pesawat tempur dan menewaskan 2000 prajurit Amerika serikat.

Indonesia yang pada waktu itu masih dalam penjajahan pemerintahan Hindia Belanda menjadi salah target pasukan Kekaisaran Jepang. Sebab Jepang sangat membutuhkan cadangan logistik dan bahan baku industri, seperti; timah, alumunium, minyak bumi dan lain sebagainya selama masa perang pasifik.

Untuk menghadapi invasi dari pasukan kekaisaran Jepang, pemerintah Hindia Belanda membentuk pasukan gabungan ABDACOM (American British Dutch Australian Command) dibawah komando Jenderal Sir Archibald. Letnan Jenderal Teer Poorten diangkat menjadi panglima pasukan Hindia belanda yang bermarkas di Lembang, Bandung.

Kekuatan pasukan pemerintah Hindia belanda tidak sebanding dengan pasukan kekaisaran Jepang. Penyerbuan yang cepat dan gesit di beberapa wilayah membuat Belanda kalang kabut. Hingga pada tanggal 8 Maret 1942 panglima pasukan pemerintah Hindia Belanda, Letnan Jenderal Ter Poorten terpaksa menandatangani Perjanjian Kalijati.

Jenderal Hitoshi Imamura selaku panglima pasukan Kekaisaran Jepang menerima penyerahan tanpa syarat dari pasukan pemerintahan Hindia Belanda. Sejak saat itu seluruh wilayah Hindia Belanda di kuasai pasukan Kekaisaran Jepang. Dan penjajahan Belanda terhadap bangsa Indonesia juga berakhir.


Jepang Mengambil Simpati Rakyat Indonesia

Jepang Mengambil Simpati Rakyat Indonesia

Ketika datang ke Indonesia pasukan Kekaisaran Jepang juga diikuti dengan propaganda sebagai saudara tua yang datang untuk membantu rakyat Indonesia merdeka. Pasukan kekaisaran Jepang sangat memahami kebencian rakyat Indonesia terhadap pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.

Peralihan kekuasaan dari Belanda ke Jepang ditandai dengan adanya Perjanjian Kalijati. Ini terjadi tepat setelah Jepang berhasil menundukkan pasukan sekutu yang ditandai dengan pengeboman di Pearl Harbor. Kondisi ini pun disambut dengan gembira, hingga ketika pasukan kekaisaran Jepang datang memasuki kota disambut dengan teriakan, “Banzai! selamat datang!”

Janji Jepang untuk memajukan dan membantu Indonesia memperoleh kemerdekaan terus-menerus di siarkan melalui radio milik pemerintah. Lagu Indonesia Raya boleh dikumandangkan setelah Kimigayo, lagu kebangsaan jepang. Pasukan kekaisaran Jepang juga mengijinkan pengibaran bendera merah putih berdampingan dengan Hinomaru, Bendera Jepang.

Jepang juga mempropagandakan barang-barang buatannya yang murah, sehingga rakyat Indonesia dapat membelinya. Usaha Jepang untuk memperoleh simpati dan dukungan dari rakyat Indonesia berhasil dengan baik. Apalagi dengan berkembangnya kepercayaan di masyarakat tentang kedatangan saudara tua seperti yang ada dalam ramalan Jayabaya.


Dampak Dari Perjanjian Kalijati

Dampak Dari Perjanjian Kalijati

Perjanjian Kalijati menjadi penanda berakhirnya kekuasaan Belanda di Nusantara yang telah berjalan selama lebih dari 3 abad lamanya. Sementara itu, pendudukan atas Indonesia menjadi penanda bahwa Jepang adalah kekuatan yang patut diperhitungkan di Asia. Di sisi lain, rakyat Indonesia kembali termakan tipu daya akan janji manis yang diberikan oleh Jepang dengan iming-iming kemerdekaan. Berikut adalah dampak yang kemudian terjadi akibat perjanjian tersebut:

1. Undang-Undang Baru Diberlakukan

Setelah Perjanjian Kalijati di tandatangani oleh pihak belanda dan Jepang, panglima pasukan keenam belas Angkatan darat kekaisaran jepang segera membentuk undang-undang. Dalam Bahasa Jepangnya, undang-undang ini disebut sebagai Osamu Seirei yang berisi sebagai berikut:

  • Penghapusan jabatan Gubernur jenderal Hindia Belanda, seluruh kekuasaannya diambil alih panglima pasukan kekaisaran Jepang di Jawa
  • Para pejabat sipil pemerintahan di masa Hindia Belanda diijinkan menempati posnya masing-masing, asalkan menyatakan kesetiaannya kepada pasukan kekaisaran Jepang
  • Badan atau lembaga pemerintahan di masa Hindia Belanda tetap diakui sah, selama tidak bertentangan dengan undang-undang yang dikeluarkan pemerintah Militer Jepang

2. Pemerintah Militer Kekaisaran Jepang

Pimpinan pasukan militer kekaisaran Jepang segera membentuk susunan pemerintahan militer. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa semua pasukan Belanda memahami bahwa tampuk kekuasaan telah berpindah tangan. Adapun susunan dari pemerintahan militer tersebut adalah sebagai berikut:

  • Gunshirekan adalah panglima pasukan merupakan Seiko Shikikan (panglima tertinggi) sekaligus menjadi pucuk tertinggi pimpinan pemerintahan militer.
  • Gunsheikan adalah kepala Pemerintahan Militer yang dirangkap oleh kepala staff dan berkantor di Gunshirekanbu, sebagai pusat pemerintahan militer dan membawahi: Somobu (Depertemen Dalam Negeri), Zainmubu (Depertemen Keuangan), Sangvobu (Depertemen Perindustrian), Kotsobu (Depertemen Perhubungan) serta Shihobu (Depertemen Kehakiman).
  • Gunseibu (Gubernur) yang bertugas untuk memulihkan keamanan dan ketertiban, dengan pembagian wilayah meliputi; Bandung sebagai pusat pemerintahan Jawa Barat, Semarang sebagai pusat pemerintahan Jawa Tengah, dan Surabaya sebagai pusat pemerintahan Jawa Timur.

3. Pemerintahan Sipil

Untuk mendukung pemerintahan militer pasukan Kekaisaran Jepang, maka dibentuk pemerintahan sipil. Di seluruh pulau di Jawa dan Madura terbagi menjadi 17 shu (karisidenan) dan terbagi lagi menjadi shi (kotapraja), ken (kabupaten), gun (kawedanan), son (kecamatan), ku (kelurahan atau desa).khusus Jogjakarta dan Surakarta dijadikan kochi (daerah istimewa).

4. Pembentukan Daerah Kekuasaan Militer

Pasukan pemerintahan Hindia Belanda yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Ter Poorten menyatakan penyerahan tanpa syarat dengan menandatangani kesepakatan dalam Perjanjian Kalijati kepada Jenderal Hitoshi Imamura selaku panglima pasukan kekaisaran Jepang. Setelah perjanjian Kalijati dilakukan, pasukan kekaisaran Jepang dengan cepat membentuk pemerintahan militer.

Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan kepada rakyat Indonesia bahwa Jepang telah mengusir Belanda yang merupakan penjajah dari Eropa. Sementara itu, kesamaan ras sebagai Bangsa Asia menjadikan Jepang sedikit lebih diuntungkan di mata rakyat Indonesia. Adapun pembagian kekuasaan militer Jepang tersebut yaitu:

  • Pemerintahan Tentara Kekaisaran keenam belas (Asamu Shudan) Angkatan Darat yang diperkuat oleh pasukan Angkatan Laut (Dai Ni Nankenkantai) Kekaisaran Jepang bermarkas di Kota Jakarta, dengan wilayah kekuasaan meliputi Pulau Jawa dan Madura.
  • Pemerintahan Tentara Kekaisaran kedua puluh lima (Tomi Shudan) Angkatan Darat bermarkas di Kota Bukit Tinggi, dengan pulau Sumatra sebagai wilayah kekuasaannya.
  • Pemerintahan Tentara Kekaisaran Armada Selatan kedua Angkatan Laut bermarkas di kota Makassar, dengan wilayah kekuasaan meliputi Pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

Kemampuan pasukan Kekaisaran Jepang yang berhasil menaklukkan pasukan pemerintahan Hindia Belanda telah meruntuhkan kekuasaan Belanda atas Indonesia. Penjajahan belanda yang telah berlangsung selama 350 tahun berakhir dengan ditandatanganinya Perjanjian Kalijati. Hal ini pun dapat ditandai sebagai salah satu momentum penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Scroll to Top