Pantun Syair dan Gurindam

Pantun Syair Dan Gurindam Sastra merupakan sebuah rangkaian kata yang memiliki fungsi untuk estetika atau dalam arti lain sebagai sebuah seni kepenulisan. Namun perbedaan pantun syair dan gurindam harus dipahami untuk menghasilkan karya sastra yang baik.

Satra sangat lekat dengan budaya kontemporer masyarakat Indonesia. Contohnya seperti pantun yang sangat erat kaitannya dengan budaya Betawi, gurindam yang sangat lekat dengan budaya Melayu, serta syair di wilayah Sumba.

Pada penulisan karya sastra pantun, syair dan gurindam memang secara umum dapat diidentifikasi dengan mendengarkan atau melihat intonasi dari pembaca sastra. Karena hal tersebutlah, sangat penting untuk mengetahui perbedaan dari pantun, syair dan gurindam. Berikut adalah beberapa perbedaan dalam pantun, syair dan puisi:


1. Tujuan Umum Penulisan Karya Sastra

1. Tujuan Umum Penulisan Karya Sastra

Perbedaan pantun syair dan gurindam yang paling mendasar adalah tujuan dari penulisan karya yang bersangkutan. Pantun memiliki tujuan untuk menyampaikan ajaran budi pekerti, rasa sayang, moral, maupun kepentingan sosial. Namun tujuan dari pantun lebih mudah untuk ditangkap oleh masyarakat umum.

Hal tersebut terlihat dari budaya kontemporer betawi yang lekat dengan pantun. Bahkan dalam ritual pernikahan model lama terdapat tradisi berpantun. Tujuan umum dari syair adalah untuk menyampaikan cerita serta pengajaran dalam dunia keagamaan, dan nasehat.

Selain itu, syair juga bertujuan untuk menyampaikan pendidikan atau hal lain yang berkaitan dengan nasehat untuk menjalani kehidupan yang baik. Namun syair lebih umum digunakan untuk menyampaikan pesan moral bertema kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan.

Selain itu, syair bisa juga digunakan untuk menyampaikan pesan moral yang berlaku di masyarakat. Sedangkan untuk tujuan umum dari gurindam adalah untuk menyampaikan nasehat yang diiringi dengan kata mutiara yang digunakan untuk personalisasi.

Tujuan dari syair seringkali memberi nasehat kehidupan namun dapat menjabarkan secara lebih luas. Kemungkinan Gurindam dapat menjabarkan hal yang lebih terperinci.

Hal tersebut dimungkinkan apabila seorang pengarang gurindam mampu membuat  pasangan baris yang variatif. Namun hal tersebut harus tetap sesuai dengan aturan rima gurindam yang tidak boleh sama.

Baca Juga: Berbalas Pantun


2. Jumlah Baris Yang Digunakan

2. Jumlah Baris Yang Digunakan

Jumlah baris yang digunakan dalam sebuah karya sastra pantun adalah 4 baris. Empat baris tersebut digunakan untuk sampiran dan isi yang ingin disampaikan dari sebuah pantun. Untuk jumlah baris yang digunakan pada syair juga terdiri dari 4 baris seperti dengan pantun dalam sebuah karya.

Namun keduanya memiliki perbedaan pada isi dari tiap baris yang saling berkaitan. Sedangkan gurindam memiliki jumlah total baris yang jauh berbeda dari pantun dan syair. Karya sastra gurindam memiliki 2 baris kalimat yang merupakan satu kesatuan utuh.

Namun, sepasang baris yang merupakan sebuah kesatuan tersebut dapat digabungkan dengan pasangan baris yang lain menjadi sebuah satu kesatuan yang berulang. Sehingga hal tersebut akan menjadi sebuah karya yang memiliki baris yang bisa dikatakan tak terhingga.

Berbeda dengan pantun maupun syair yang mendeskripsikan bahwa 4 baris merupakan keseluruhan dari karya sastranya, gurindam memiliki batasan jumlah baris yang tak terhingga. Tentunya hal tersebut diperbolehkan selama masih memenuhi kaidah rima yang benar.


3. Jumlah Suku Kata Dalam Tiap Tulisan

3. Jumlah Suku Kata Dalam Tiap Tulisan

Perbedaan pantun syair dan gurindam selanjutnya ada pada jumlah suku kata. Pada karya pantun memiliki jumlah penggunaan suku kata yang paling sedikit dibandingkan syair dan gurindam yaitu 8 sampai 12 suku kata. Sedangkan syair sedikit sama dengan pantun, yaitu sebanyak 8 sampai 14 suku kata.

Gurindam memiliki jumlah penggunaan dari suku kata yang terbanyak yaitu mencapai 10 sampai 14 suku kata. Namun, ketiga karya sastra tersebut memiliki jumlah penggunaan suku kata yang relatif sama. Karena apabila telah diaplikasikan secara praktis, orang akan membaca tanpa mempedulikan jumlah suku kata yang ada.

Namun apabila pantun memakai suku kata yang banyak, gurindam hanya memakai kata yang sedikit. Tentunya akan terasa begitu janggal ketika karya sastra tersebut dibaca.


4. Struktur Kepenulisan

4. Struktur Kepenulisan

Perbedaan pantun syair dan gurindam yang paling mudah untuk diidentifikasi adalah struktur penulisannya. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh penggunaan berbagai majas atau gaya bahasa yang dipakai dalam karya sastra tersebut.

Yang pertama adalah syair yang dimana keempat baris yang ada di dalamnya merupakan isi tanpa menggunakan lampiran apapun. Sehingga dapat dikatakan syair memiliki gaya yang paling lugas diantara yang lain. Pada karya sastra pantun yang terdiri dari 4 baris, mengandung 2 inti kepenulisan.

Baris pertama dan kedua digunakan untuk sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat digunakan untuk menyampaikan isi. Hal tersebut tentunya akan terasa sangat jelas bagi yang mendengar apabila pantun diucapkan secara lisan.

Terlebih apabila pantun tersebut diselingi dengan kata-kata trendi saat itu yang terkesan sangat unik dan menghibur. Sedangkan, karya sastra gurindam memiliki 2 baris memiliki 2 pokok penulisan. 

Gaya penulisan gurindam yang merupakan karya puisi lama yang berasal dari agama Hindu Budha memiliki filosofi yang mendalam tentang karma, yaitu sebuah hukum sebab dan akibat.

Dalam gurindam, terdapat akibat atau jawaban pada baris kedua yang dihasilkan oleh permasalahan yang dilampirkan pada baris pertama. Sebagai sebuah kesatuan yang utuh, kedua baris memiliki hukum sebab akibat.


5. Rima Yang Digunakan Pada Akhir Baris

5. Rima Yang Digunakan Pada Akhir Baris

Perbedaan pantun syair dan gurindam berikutnya ada pada penggunaan rima. Rima yang tercermin pada tiap akhir baris dari setiap puisi adalah perbedaan pantun puisi dan gurindam yang begitu jelas terlihat dalam karya tertulis maupun diucapkan secara lisan.

Pada umumnya, rima tersebut diawali dari syair yang menggunakan irama a-a-a-a dalam keempat barisnya. Sebagai karya sastra yang seluruhnya merupakan isi, syair memiliki aturan pada penggunaan rima yang sama. Oleh karena itu, rima memiliki estetika tersendiri apabila diucapkan dengan sebuah tarikan nafas.

Pada karya sastra pantun, rima yang digunakan adalah a-b-a-b. Hal ini berkaitan erat dengan isi dari pantung dimana baris pertama dan kedua merupakan sampiran sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi.

Perlu diingat bahwa baris pertama harus memiliki rima yang sama dengan baris ketiga, sedangkan baris kedua memiliki kesamaan rima dengan baris keempat. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan sebuah batas yang jelas antara sampiran dan isi saat diucapkan

Sedangkan pada sastra gurindam, rima yang digunakan bersajak a-a, b-b, c-c. Sajak rima memiliki keunikan dalam penggunaannya karena tidak terbatas pada jumlah pasangan baris yang akan digunakan.

Namun hal itu diatur dengan catatan bahwa setiap pasang baris tidak boleh memiliki rima yang sama dengan pasangan baris yang lain. Keunggulan gurindam tersebut sering dijadikan sebuah kompetisi bagi para pengarang dalam membuat karya yang panjang.


6. Isi Atau Makna Yang Terkandung Dalam Karya

6. Isi Atau Makna Yang Terkandung Dalam Karya

Makna yang dilampirkan dalam puisi, syair dan gurindam pada dasarnya adalah nasehat-nasehat yang berfungsi untuk mengarahkan kehidupan pada jalan yang baik. Namun, secara umum makna yang terkandung dalam karya sastra tersebut berisi tentang nasehat kehidupan.

Tentunya syair memiliki beberapa perbedaan dengan karya sastra lain apabila ditelisik lebih dalam. Contohnya pada syair yang umumnya berisi filosofi kehidupan atau kata mutiara tentang kehidupan. Filosofi yang disuguhkan memiliki konteks yang berbeda dari pantun.

Sedangkan pada sastra pantun, umumnya berisi nasehat atau teguran secara tidak langsung yang dikemas dengan kata-kata yang terkesan kocak dan menghibur. Bahkan karena pantun memiliki keluwesan tersendiri, sampai membuat sebuah akar kebudayaan kuat.

Dalam budaya kontemporer betawi, pantun bahkan dibuat untuk berkomunikasi secara langsung dengan lawan bicara untuk menyampaikan suatu hajat tertentu. Makna yang sering disampaikan melalui sastra gurindam adalah berupa nilai-nilai luhur dalam menjalani kehidupan.

Namun sastra gurindam memiliki kecenderungan pembahasan pada nilai moral atau etika dalam masyarakat yang dipadukan dengan nilai keagamaan secara umum. Gurindam memiliki kelebihan dalam penyampaian nilai yang banyak dalam sebuah karya.


7. Ciri Penggunaan Kebahasaan Dan Majas

7. Ciri Penggunaan Kebahasaan Dan Majas

Perbedaan pantun syair dan gurindam yang dapat dibedakan dengan begitu jelas adalah penggunaan ciri kebahasaan pada pantun, syair dan gurindam. Perbedaan yang pertama yakni ada pada pantun yang memiliki ciri kebahasaan yang menggunakan kalimat yang singkat, padat namun jelas.

Pantun juga cenderung menggunakan bahasa campuran, dalam konteks bahwa pantun tidak harus menggunakan bahasa Indonesia baku. Sehingga diperbolehkan menggunakan bahasa sehari-hari yang bercirikan kedaerahan. Dalam ciri kebahasaan dari Syair terdapat ciri khas penggunaan bahasa kiasan.

Dengan menonjolkan kepada persamaan kata pada tiap baitnya. Berbagai majas juga sangat umum digunakan dalam syair, seperti majas personifikasi, metafora, hiperbola hingga eufemisme. Penggunaan dari kebahasaan dalam syair juga memiliki kesan kalimat yang sangat mendayu.

Sedangkan dalam sastra gurindam memiliki gaya kebahasaan yang lugas dan tidak menggunakan majas apapun yang hampir mirip dengan ciri kebahasaan dari pantun. Namun pada gurindam, menggunakan bahasa yang sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Gurindam juga menggunakan bahasa baku, namun memiliki kesan yang tidak kaku, namun cenderung pada penggunaan kata yang puitis. Penggunaan kata puitis itupun merupakan bahasa yang cukup umum dikenal masyarakat.

Baca Juga: Ciri Ciri Pantun


8. Jenis Dari Karya Sastra

8. Jenis Dari Karya Sastra

Perbedaan pantun syair dan gurindam ada pada jenis dan bergantung pada cara penyampaiannya. Contoh pertamanya adalah gurindam yang memiliki 2 jenis, yaitu gurindam berangkai dan gurindam berkait.

Pada gurindam berkait ditandai dengan awal kata yang sama pada tiap barisnya. Sedangkan gurindam berkait  ditandai dengan kata yang berima sama pada akhir baitnya. Dalam pantun memiliki jenis yang beragam, berdasarkan pada jenis isi yang ingin disampaikan.

Beberapa contoh dari pantun antara lain pantun adat, agama dan budi yang berisi tentang nasehat. Terdapat juga pantun jenaka  yang berisi tentang lelucon dan bertujuan untuk menghibur. Pantun teka-teki yang memiliki tujuan untuk memberikan sebuah permainan tebak-tebakan dan masih banyak jenis pantun yang lain.

Sedangkan pada sastra syair, memiliki 6 jenis syair yang dikelompokkan berdasarkan isi yang ingin disampaikan. Keenam jenis syair tersebut antara lain: syair melayu lama, syair cinta, syair islami, syair kehidupan, syair persahabatan dan syair pendidikan.

Semakin panjang karya sebuah syair akan bernilai lebih bagus. Namun dengan catatan dalam sebuah karya syair, tidak boleh memuat 2 pokok bahasan dengan tema berbeda.

Sekian penjabaran dari ciri-ciri antara pantun, syair dan gurindam yang wajib diketahui untuk membedakan dan menulis sastra dengan benar. Setiap sastra memiliki perbedaan yang membuatnya dapat diidentifikasi dan ditulis dengan benar.

Dengan memiliki pemahaman yang baik terhadap perbedaan pantun syair dan gurindam, maka akan dihasilkan karya sastra yang baik sesuai dengan kaidah penulisannya. Sehingga karya yang ditulis dapat diterima oleh kalangan masyarakat luas.

Scroll to Top