Penjelasan Keunikan 21 Tari Tradisional dari Sumatera Utara

Tarian Daerah Sumatera Utara – Tarian adat merupakan salah satu budaya bangsa yang harus dilestarikan.

Seperti beberapa provinsi di Indonesia lainnya, provinsi Sumatera Utara juga memiliki berbagai jenis tarian yang turut meramaikan hiburan kebudayaan dalam berbagai acara adatnya.

tarian daerah sumatera utara

Selain memiliki aneka jenis, tarian adat dari daerah Sumatera Utara ini juga memiliki keunikan tersendiri.

Apa saja jenis tarian tradisional daerah Sumatera Utara beserta keunikan yang dimilikinya? Mari kita simak penjelasan berikut!

[lwptoc]

Tari Piso Surit

Piso Surit merupakan tarian suku karo, yang menceritakan tentang penantian panjang seorang wanita untuk kekasihnya.

Piso Surit sendiri merupakan jenis burung yang suka bernyanyi sehingga di dalam tariannya, wanita tersebut diumpamakan seperti burung piso surit yang memanggil-manggil kekasihnya.

Tarian ini menggambarkan suasana yang menyedihkan akibat penantian yang terlalu lama tersebut.

Tarian ini biasanya diiringi dengan alat musik tradisional seperti gong, kecapi, dan gendang khas suku karo.

Tari tradisional ini digunakan sebagai tari penyambutan para tamu kehormatan yang datang berkunjung.

Tari Serampang Dua Belas

Serampang Dua Belas merupakan tarian yang berasal dari kabupaten Serdang Bedagai.

Tari ini bercerita tentang perjalanan anak muda dalam mencari jodohnya yang berawal dari perkenalan hingga sampai pada pernikahannya.

Bagi masyarakat Melayu Deli, tarian ini digunakan sebagai media pembelajaran tentang norma dan aturan untuk membentuk rumah tangga dari awal berkenalan menurut adat istiadat Melayu Deli.

Tari Persembahan (Sirih)

Tari Persembahan ditampilkan sebagai bentuk penyambutan tamu-tamu penting dari dalam maupun luar negeri.

Tari Persembahan ini biasa ditarikan oleh muda-mudi yang menggunakan pakaian adat melayu lengkap.

Tari Tor-Tor Tujuh Cawan

Sesuai namanya, Tor-Tor Tujuh Cawan dibawakan oleh seorang penari wanita yang menggunakan 7 cawan dimana masing-masing cawan memiliki arti tersendiri.

Cawan 1 mengandung makna kebijakan, cawan 2 mengandung makna kesucian, cawan 3 mengandung makna kekuatan, cawan 4 mengandung makna tatanan hidup, cawan 5 mengandung makna hukum, cawan 6 mengandung makna adat dan budaya serta cawan 7 mengandung makna penyucian atau pengobatan.

Tari tradisional ini juga dipercaya sebagai pembuang penghalang bagi orang yang hadir pada saat pementasan tarian tersebut maupun sebagai pembersih diri dan tempat penampilan tarian tersebut.

Penari pada tari ini harus dapat menjaga keseimbangannya dalam menggunakan 7 cawan agar penampilannya tidak gagal.

Tari ini biasa dipentaskan pada saat pengukuhan raja, ritual keagamaan, ritual adat dan acara suci lainnya.

Tari Tor-Tor Tongkat Panaluan

Tongkat Panaluan adalah tongkat yang terbuat dari kayu yang telah diukir dengan gambar kepala manusia dan binatang, serta memiliki panjang lebih kurang 2 m dengan besarnya 5-6 cm.

Konon tongkat ini dipercaya memiliki kekuatan magis dan dipakai oleh para dukun pada upacara ritual menari Tor-Tor yang diiringi dengan gondang sabangungan.

Tari Tor-Tor Sigale-Gale

Sama seperti namanya, tari Tor-Tor ini menggunakan Sigale-gale dalam pementasannya.

Sigale-gale sendiri merupakan sebuah patung khas tapanuli utara yang terbuat dari kayu dan digerakkan oleh manusia.

Konon dibuat untuk menghibur raja Samosir yang berduka atas kehilangan anaknya, sehingga dibuatlah patung yang diberi nama Sigale-gale sebagai pengganti si anak raja.

Tari Souan

Souan merupakan tarian yang berasal dari tapanuli utara dan dipercaya sebagai media penyembuh penyakit.

Dahulu, tarian ini dibawakan oleh seorang dukun yang membawa cawan berisi sesajen sebagai ritual penyembuhan.

Tari Toping-Toping (Huda-Huda)

Toping-Toping merupakan tarian khas suku batak simalungun yang sedang berduka.

Tari ini dibedakan menjadi 2 bagian dimana pada penampilan pertama huda-huda terbuat dari kain dan memiliki paruh burung enggang yang konon dipercaya sebagai burung yang akan membawa roh orang yang telah meninggal untuk menghadap yang kuasa.

Pada penampilan keduanya huda-huda digambarkan dengan para penari yang memakai topeng dalahi dimana dipakai oleh penari laki-laki dan topeng daboru dipakai oleh penari perempuan.

Tari Manduda

Manduda merupakan tarian khas daerah simalungun yang pada gerakannya menggambarkan kehidupan petani yang mulai menanam padi hingga masa panen dan ditarikan dengan suasana gembira.

Tarian Balanse Madam

Balanse Madam merupakan budaya lama yang telah ditransmisikan oleh masyarakat Nias di Padang yang berasal dari masa kedatangan bangsa Portugis di kota Padang.

Tarian ini haruslah dibawakan oleh sepasang suami istri dan diiringi oleh set drum, simbal, akordion, biola, dan alat tiup.

Tarian ini sering ditampilkan pada saat pesta pernikahan, pengangkatan pangulu dan acara adat lainnya.

Tari Baluse

Baluse merupakan tarian khas yang berasal dari Nias Selatan.

Dahulu tarian ini digunakan sebagai tarian perang, tapi pada saat ini tari baluse sering digunakan sebagai tarian penyambutan para tamu yang berkunjung ke daerah Nias Selatan.

Tari Maena

Maena ditampilkan dengan membawakan pantun berbahasa Nias yang disebut dengan sanutuno maena.

Tarian ini memiliki rangkaian gerakan yang sederhana hingga dapat ditarikan oleh semua orang.

Tari Moyo (Tari Elang)

Sama seperti namanya, Moyo dibawakan oleh gadis-gadis Nias dengan memperagakan gerakan layaknya burung elang.

Tari ini biasanya digunakan sebagai tari penyambutan tamu baik dari dalam maupun luar negeri.

Tari Endeng-Endeng

Endeng-Endeng merupakan tarian yang berasal dari Tapanuli Selatan.

Tari ini dimainkan oleh sepuluh pemain dimana 2 orang bertugas sebagai vokalis, 1 orang sebagai pemain keyboard, 1 orang sebagai pemain tamborin, 5 orang sebagai penabuh gendang, dan 1 orang sebagai pemain ketipung.

Lagu yang dibawakan untuk mengiringi tarian ini biasanya berbahasa Tapanuli Selatan dan bernuansa ceria.

Tarian ini sering ditampilkan pada saat pesta khitanan dan pesta pernikahan.

Tari Guro-Guro Aron (Terang Bulan)

Guro-Guro Aron merupakan tarian yang dibawakan oleh muda-mudi suku Karo sebagai media pembelajaran pelestarian budaya untuk suku di sana.

Tari Tak-Tak Garo-Garo

Tak-Tak Garo-Garo merupakan tarian khas pakpak yang pada gerakannya menggambarkan kehidupan burung yang terbang mencari makan dan bersenda gurau dengan teman-temannya.

Tari Gundala-Gundala

Gundala-Gundala merupakan tarian khas suku karo yang dipercaya dapat memanggil hujan.

Konon ada legenda yang menceritakan bahwa pada zaman dahulu ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Raja Sibayak, suatu hari raja bertemu dengan burung raksasa yang bernama Gurda-gurdi dan merupakan jelmaan seorang petapa sakti, kemudian sang pimpinan membawa pulang si burung dan menjadikannya sebagai penjaga putrinya.

Kekuatan ghaib Gurda-gurdi terletak pada paruhnya sehingga paruhnya tidak boleh disentuh oleh siapapun.

Namun, pada suatu ketika paruh tersebut tersentuh oleh sang putri dan Gurda-gurdi pun menjadi marah dan memberontak.

Karena hal itu Raja Sibayak mengutus pasukannya untuk menyerang sang burung dan akhirnya meninggal.

Meninggalnya Gurda-gurdi tersebut membuat masyarakat Karo bersedih dan merasa kehilangan, mereka pun menangis hingga turun hujan.

Sejak saat itulah lahir tarian Gundala-gundala yang dimana para penarinya menggunakan jubah dan topeng yang terbuat dari kayu untuk menceritakan cerita legenda tersebut.

Pada saat sekarang, tarian ini sering ditampilkan pada musim kemarau dengan harapan dapat mendatangkan hujan.

Tari Inang (Lenggok Mak Inang)

Lenggok Mak Inang merupakan tarian khas suku melayu dan dibawakan oleh 1 orang penari laki-laki dan 1 orang penari perempuan.

Tarian ini menceritakan tentang jalinan asmara diantara dua insan dari sejak bertemu hingga sampai pada pernikahan.

Nama tarian ini sendiri berasal dari tempo tarian yaitu 2/4 yang bagi masyarakat Melayu dikenal dengan tempo mak inang.

Tarian ini biasanya dipentaskan pada saat upacara adat dan pesta panen dan diiringi oleh lagu-lagu daerah yang memiliki tempo yang sama dengan gerakan tarian seperti lagu Mak Inang Kampung, Seringgit Dua Kupang, dan Mak Inang Hang Tuah.

Tari Rondang Bulan

Rondang Bulan berasal dari tapanuli selatan dan pada gerakannya tarian ini menggambarkan keceriaan yang dirasakan oleh gadis-gadis bersuku mandailing.

Sesuai namanya, Rondang Bulan dibawakan dengan gerakan lincah dan senyum para penarinya sepanjang tarian yang ditampilkan dibawah sinar bulan purnama.

Ungkapan kegembiraan pada tarian ini diwakili dengan tepukan tangan dan senyum para penarinya.

Tari Tandok

Tandok merupakan tari tradisional yang berasal dari tapanuli utara yang diiringi dengan Gondang dan pada gerakan tarian menceritakan tentang kegiatan memanen padi yang dilakukan oleh para ibu-ibu yang sedang berladang.

Tarian ini dibawakan oleh 4 orang penari yang memakai ulos dan kain sarung dan biasanya diiringi dengan Gondang.

Tari Fataele

Fataele merupakan tarian khas suku Nias yang dimana para penarinya membawa pedang, tameng dan tombang dalam menarikan gerakan tari ini.

Tarian ini dahulu ditarikan oleh para ksatrian perang masyarakat Nias.

Itulah beberapa jenis tarian tradisional yang ada di daerah Sumatera Utara.

Sumatera Utara sendiri memang suatu provinsi yang memiliki banyak suku yang mayoritasnya yaitu batak, melayu dan nias.

Walau berbeda-beda suku, kita tetap harus menjaga dan melestarikan kebudayaan yang ada secara bersama-sama dan semakin mempererat rasa persatuan dan kesatuan sebagai masyarakat sebangsa dan setanah air.

Scroll to Top