Perjanjian Tuntang – Sepanjang perjalanan sejarah bangsa Indonesia, banyak sekali perjanjian yang disepakati, salah satunya keberadaan Perjanjian Tuntang yang ada sedari bangsa Indonesia.
Masih dalam kekuasaan pemerintah Belanda yang akhirnya diserahkan pada pemerintah Inggris. Untuk lebih rincinya, berikut ulasan mengenai Perjanjian Tuntang.
Pengertian Perjanjian Tuntang
Perjanjian Tuntang atau acap kali dijuluki dengan nama Kapitulasi Tuntang. Kapitulasi merupakan peristiwa pengakuan kalah perang. Dalam hal ini Kapitulasi Tuntang merupakan peristiwa pengakuan kalah perang Belanda terhadap Inggris.
Pengertian rincinya mengenai Perjanjian Tuntang yakni sebuah ikatan janji antara dua pihak yakni pihak Belanda dan Inggris perihal penyerahan kepulauan Nusantara terhadap pemerintah Inggris. Perjanjian ini bisa dikatakan sebagai pangkal dari penjajahan Inggris terhadap Nusantara.
Selaras dengan namanya, perjanjian ini terjadi di kawasan Tuntang, dekat Salatiga, tepatnya Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Semarang pada abad ke-19 M, tepatnya tahun 1811 M. Tempat tersebut terpilih sebagai tempat dilaksanakannya perjanjian, karena saat itu, kawasan Tuntang persisnya tepi Danau Rawa Pening terdapat kamp tentara serta merupakan lokasi di mana para pihak penguasa Belanda melakukan rehat.
Latar Belakang Perjanjian Tuntang
Penjajahan Belanda di Indonesia bermula dari kedatangannya dalam mencari rempah-rempah. Belanda pertama kali mendarat di Banten pada tahun 1596 dengan pimpinan Cornelis de Houtman dan pelayaran kedua dipimpin oleh Van Neck. Kedatangannya disambut hangat oleh masyarakat Banten, karena orang Belanda tidak menunjukkan sikap sombong melainkan ramah.
Keberhasilan Belanda membawa pulang rempah-rempah menarik minat para pedagang Belanda lainnya, hingga akhirnya kapal-kapal Belanda menuju Indonesia semakin banyak. Hingga akhirnya timbul persaingan antara pedagang Belanda dengan pedagang Eropa. Dalam mengatasi hal tersebut, dibentuklah persekutuan dagang Belanda yang selanjutnya disebut dengan VOC (Vereenigde Oast Indische Compagnie) dengan Gubernur Jenderal pertamanya yaitu Pieter Both.
Pada tahap awal, VOC memiliki kelebihan dalam segi permodalan kapal, personalia, dan persenjataan dibandingkan kongsi dagang bangsa Eropa. Tata kerja yang rapi dan terkontrol membuat organisasi tersebut semakin kuat, sehingga pemerintah Belanda memberikan hak-hak istimewa yang disebut dengan hak Oktroli yang meliputi:
- Monopoli perdagangan
- Mencetak dan mengedarkan uang
- Mengangkat dan memberhentikan pegawai
- Mengadakan perjanjian dengan para raja
- Memiliki tentara untuk mempertahankan diri
- Mendirikan benteng
- Menyatakan perang dan damai
- Mengangkat dan memberhentikan penguasa-penguasa setempat
Melalui hak-hak istimewa tersebutlah, Belanda perlahan menguasai Indonesia. Satu persatu kerajaan di Indonesia jatuh ke tangan Belanda. Namun, pada tahun 1795 terjadi revolusi di negeri Belanda yang dikendalikan oleh Perancis, yang berimbas pada perubahan dalam pemerintahan menjadi Republik Bataav. Hal ini juga berpengaruh pada VOC yang akhirnya dibubarkan oleh pemerintah Republik Bataav pada tanggal 31 Desember 1799.
Semua hutang VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda dan menjelang akhir abad ke-18 mengalami kemunduran. Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran VOC antara lain:
- Banyaknya korupsi yang dilakukan oleh para pegawai VOC
- Meluasnya kekuasaan VOC mengakibatkan anggaran untuk pegawai sangat besar
- Tingginya biaya perang dalam menanggulangi perlawanan rakyat
- Adanya persaingan dengan kongsi dagang lainnya, seperti East Indian Company (Inggris) dan Compagnie des Indies (Portugis)
- Monopoli perdagangan yang diterapkan VOC tidak sesuai lagi karena adanya perkembangan paham liberalisme
- Adanya pemberian keuntungan bagi para pemegang saham meskipun usianya telah mengalami kemunduran
- Pendudukan Perancis terhadap Belanda
Akhirnya pada tahun 1795 dibentuk panitia pembubaran VOC, dan pada tahun yang sama juga hak Oktroli dihapuskan. Adapun secara resmi, VOC dibubarkan pada tahun 1799 dengan saldo kerugian sebesar 134,7 juta gulden.
Kebangkrutan VOC pun tidak bisa dihindari, hingga akhirnya pemerintahan Nusantara diserahkan langsung pada pihak Kerajaan Belanda, dengan maksud agar wilayah Indonesia tetap berada dalam pengendalian pemerintah Belanda. Selaku penanggung jawab Kerajaan Belanda, Napoleon Bonaparte menugaskan Herman William Daendels sebagai Gubernur Jenderal di Indonesia. Hal ini menandai dimulainya pemerintahan kolonial Hindia Belanda atas Nusantara.
Tugas utama Daendels yaitu mempertahankan Jawa agar tidak jatuh ke tangan Inggris dengan menerapkan beberapa kebijakan, mulai dari bidang hukum, militer/pertahanan, bidang ekonomi dan keuangan serta bidang sosial.
Dalam menjalankan tugasnya, Daendels bersikap keras dan bertangan besi hingga menimbulkan ketidaksenangan di kalangan pejabat kolonial lainnya. Selain itu, terjadi penyalahgunaan dalam penjualan tanah secara ilegal kepada pihak swasta, penjualan Istana Bogor secara curang, serta sistem administrasi pemerintahan yang jelek.
Sikapnya tersebut membuat Daendels digantikan kedudukannya oleh Gubernur Jenderal Janssens. Namun, sikapnya yang cenderung lemah dan tidak setegas Daendels membuatnya menyerah pada pasukan Inggris yang pada tanggal 26 Agustus 1811 menyerang Hindia-Belanda. Janssens menyerah pada pasukan Inggris dan Belanda mengalami kekalahan perang terhadap Inggris hingga akhirnya mencetus adanya Perjanjian Tuntang/ Kapitulasi Tuntang.
Isi Perjanjian Tuntang
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, Kapitulasi Tuntang merupakan perjanjian yang terjadi antara pihak Belanda dan Inggris. Adapun isi perjanjian tersebut, lebih rincinya sebagai berikut:
- Seluruh Jawa diserahkan kepada Inggris, mulai dari pangkalan Belanda yang berada di daerah Madura, Palembang, Makassar hingga daerah Sunda Kecil
- Segenap pasukan tentara Belanda menjadi tawanan pihak Inggris
- Pegawai Belanda yang mau bekerja sama dengan Inggris dapat memegang jabatan secara berkelanjutan
- Keberadaan hutang Belanda bukan tanggung jawab Inggris
Dengan adanya Perjanjian Tuntang, berarti Indonesia khususnya Jawa jatuh ke tangan Inggris.
Dampak Perjanjian Tuntang
Dampak yang paling mencolok dari Kapitulasi Tuntang yaitu perpindahan kekuasaan bangsa Indonesia dari pihak Belanda ke pihak Inggris. Melalui perjanjian tersebut, Inggris menguasai Indonesia, berlangsung selama lima tahun yakni dari tahun 1811 sampai 1816. Dalam hal ini, Raffles berkuasa penuh atas Indonesia dengan memberikan beberapa kebijakan, diantaranya sebagai berikut:
a. Bidang Pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, Sir Thomas Stamford Raffles memberikan kebijakan dalam hal pembagian pulau Jawa menjadi 16 karesidenan, mengganti sistem pemerintahan kolonial menjadi sistem pemerintahan feodal, serta para bupati dijadikan pegawai pemerintah kolonial yang langsung diperintah dari pusat.
b. Bidang Ekonomi dan Keuangan
Dalam bidang ekonomi dan keuangan, Raffles memberikan kebijakan pada petani untuk diberi kebebasan menanam tanaman ekspor, adanya penghapusan pajak hasil bumi (Contingenten) dan sistem penyerahan wajib pajak, adanya penerapan sistem sewa tanah, serta mengadakan monopoli garam dan minuman keras.
c. Bidang Hukum
Dalam bidang hukum sendiri, Raffles menerapkan kebijakan dengan membentuk badan-badan hukum, seperti Court of Justice pada setiap residen, Court of Request pada setiap devisi, serta Police of Magistrate.
d. Bidang Sosial
Selanjutnya kebijakan dalam bidang sosial yakni adanya penghapusan kerja rodi, penghapusan perbudakan, peniadaan Pynbank (disakiti) yaitu hukuman yang sangat kejam melawan harimau.
e. Bidang Ilmu Pengetahuan
Dampak selanjutnya dapat dirasakan dengan adanya kebijakan Raffles pada bidang ilmu pengetahuan yakni ditulisnya buku History of Java, mendukung Bataviaach Genootschap yakni sebuah perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi, serta dirintisnya kebun raya Bogor.
Demikianlah pembahasan mengenai Perjanjian Tuntang, mulai dari pengertian, latar belakang, isi perjanjian hingga dampak yang dirasakan oleh bangsa Indonesia semasa di bawah jajahan Inggris. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan.